Minggu, 22 Maret 2015

Ekstraksi (Pemisahan Zat Terlarut dariLarutan)

Ekstraksi adalah metode pemindahan zat terlarut atau solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prisnsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti benzena, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditrasnfer pada jumlah yang berbeda dalam ke dua fase pelarut.

Dengan ekstraksi dapat dipisahkan dua atau lebih zat berdasarkan perbedaan koifisien distribusinya, sehingga suatu zat dapat dipisahkan dan diambil dari campurannya untuk dibuat kadarnya menajdi lebih tinggi.
Di antara berbagai metode ekstraksi, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air meruapakn metode pemisahan yang paling baik dan populer. Hal ini didasarkan pada suatu alasan bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan peralatan yang khusus atau canggih, kecuali corong pisah.
ekstraksi cair dan pemisahan menggunakan corong pisah
Gambar. Contoh cara ekstraksi cair

Ekstraksi biasa diaplikasikan dalam bidang farmasi. Prosesnya meliputi pemisahan bagian aktif sebagai obat yang berasal dari tanaman dan hewan. jaringan hewan atau tanaman menyimpan zat aktif obat. Zat aktif ini dapat diekstrak menggunakan pelarut selektif melalui prosedur standar. Teknik ekstraksi tersebut memisahkan metabolit tanaman larut. Produk yang diperoleh dari jaringan merupakan campuran metabolit relatif kompleks, dalam keadaan cair atau semipadat atau dalam bentuk bubuk kering.

Kamis, 27 Juni 2013

Faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi

Proses adsorbsi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
<![if !supportLists]>a)      <![endif]>Waktu Kontak
Waktu kontak sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Semakin lama Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik.
<![if !supportLists]>b)      <![endif]>Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan total adsorbennya.
<![if !supportLists]>c)     <![endif]>Jenis adsorbat
<![if !supportLists]>a.     <![endif]>Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan molekul yang non polar;
<![if !supportLists]>b.    <![endif]>Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi
<![if !supportLists]>c.     <![endif]>Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb dibdaningkan rantai yang lurus.
<![if !supportLists]>d)     <![endif]>Ukuran Molekul Adsorbat
Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi ketika molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk diserap. Adsorpsi paling kuat ketika ukuran pori-pori adsorben cukup besar sehingga memungkinkan molekul adsorbat untuk masuk.
<![if !supportLists]>e)     <![endif]>Konsentrasi Adsorbat
semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah senyawa yang terkumpul pada permukaan adsorben
<![if !supportLists]>f)       <![endif]>e.pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium.

<![if !supportLists]>g)      <![endif]>f. Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan menurun dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan proses eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi

Pengertian Adsorbsi dan Jenis-Jenisnya

Pengertian Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses kimia ataupun fisika yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (disebut: zat penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan  film (disebut: zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

Dengan demikian dapat disimpulkan:

Adsorpsi -->  peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain

Adsorbat à senyawa terlarut yang  dapat terserap

Adsorben àpadatan dimana di permukaannya terjadi pengumpulan senyawa yang diserap

Dalam pengertian lain menyatakan adsorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.

Selain zat padat, adsorben dapat pula zat cair. Karena itu adsorpsi dapat terjadi antara :

·         zat padat dan zat cair,

·         zat padat dan gas,

·         zat cair dan zat cair

·         gas dan zat cair.

Menurut Sukardjo bahwa molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorben sedang pada adsorpsi, zat yang diserap hanya pada permukaan (Sukardjo, 2002:190).

Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab laju adsorpsi disertai dengan terjadinya desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi cenderung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi cenderung meningkat. Ketika laju adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering disebut sebagai keadaan berkesetimbangan. Waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia atau kemisorpsi 

 

Jenis adsorpsi

Berdasarkan proses terjadinya ada dua jenis adsorbsi, yaitu Adsorbsi kimia dan adsorbsi fisika. Berikut masing- masing penjelasannya.

1.       adsorpsi fisika (Physisorption)

interaksi yang terjadi antara dasorben dan adsorbat adalah gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Adsorbsi fisika  ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol.

Contoh :

Adsorpsi oleh karbon aktif. Karbon aktif merupakan senyawa karbon yang diaktifkan dengan cara membuat pori pada struktur karbon tersebut. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.

 

2.       adsorpsi kimia (Chemisorption)

Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia (bukan ikatan van Dar Wallis)  antara senyawa terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Chemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel adsorbat tertarik ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Walls atau bisa melalui ikatan hidrogen. Dalam Chemisorbption partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat.

Contoh : Ion exchange.

 

   Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia dapat dilihat pada tabel 1.

Adsorpsi fisika

Adsorpsi kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Van der Walls

Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai     -40 kJ/mol

Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai 800kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer

Membentuk lapisan Monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu dibawah titik didih adsorbat

Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat

Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan adsorbat

Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu

Melibatan energi aktivasi tertentu

Bersifat tidak spesifik

Bersifat sangat spesifik

 

 

Proses terjadinya Misel

Misel adalah molekul-molekul surfaktan yang mulai berasosiasi karena penambahan surfaktan berikutnya, pada satu saat akan tercapai keadaan Diana permukan antarmuka menjadi jenuh/ tretutupi oleh surfaktan dan adsorbsisurfaktan ke permukaan-antarmuka tidak terjadi lagi. misel dalam larutan encer membentuk suatu kumpulan dengan kepala gugus hidrofilik bersinggungan dengan solven yang mengelilinginya, mengasingkan ekor gugus hidrofobik didalam pusat misel

Misel biasanya berbentuk globular dan secara garis besar berbentuk speris, akan tetapi dapat pula berbentuk elipsoida, silinder, dan bilayer. Bentuk dan ukuran misel merupakan fungsi dari geometri molekular dari molekul surfaktan tersebut dan kondisi larutan seperti konsentrasi surfaktan, temperatur, pH, dan kekuatan ionik. Proses pembentukan misel disebut sebagai miselisasi.

Bentuk misel yang berukuran koloid termasuk koloid asosiasi. Perubahannya bersifat reversible. Koloid asosiasi ini meliputi :

-                Sabun-sabun

-                Alkil sulfat tinggi

-                Alkil sulfonat tinggi

-                Garam amina tinggi

-                Zat-zat warna tertentu

-                Ester gliserol tinggi

-                Polietilena oksida

Sabun, alkil sulfat, dan alkil sulfonat termasuk micelles anion, garam amina termasuk micelles kation sedang polietilena oksida termasuk micelles non ionic. Kenaikan temperature, menaikkan CMC dan pada temperature tinggi tidak terjadi lagi micelles. Adanya elektrolit, merendahkan CMC. Berat molekul koloid asosiasi pada CMC sudah dapat ditentukan dengan cara light scattering dan berharga 10.000-30.000 gram/mol. Banyak koloid anionic, kationik, dan non ionic merupakan emulgator, detergent dab stabilizer koloid yang baik. Beberapa merupakan stabilizer zat organic dalam air

Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan, yaitu  dibawah konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan (sabun) yang mengalami adsorpsi pada antar muka bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik dimana baik antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer keadaan inilah yang disebut kkm, jika sulfaktan terus bertambah lagi hingga berlebihan, maka mereka akan beragregasi terus membentuk misel. Pada peristiwa ini tenaga bebas sistem berkurang

 

 

Surfaktan

Surfaktan : Senyawa yang memiliki sifat polar dan non polar sekaligus
surfaktan adalah salah satu produk kimia yang banyak sekali digunakan dalam industri-industri besar maupun rumah tangga. Dewasa ini surfaktan banyak disintesa karena pemakaiannya yang luas . Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai kemampuan surfaktan dalam membentuk misel untuk pemanfaatan yang lebih efektif
Molekul surfaktan memiliki bagian polar  (hidrofilik) yang larut dalam air dan bagian nonpolar (hidrofobik) yang larut dalam  minyak/pelarut non-polar digambarkan secara  skematis pada Gambar 1. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui Pada Gambar 1, bagian hidrofilik dari molekul  digambarkan secara skematis sebagai bagian  kepala berbentuk bulat, sedangkan bagian  hidrofobik sebagai bagian badan berbentuk  rantai zig-zag.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian non polar. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan bagian ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri. Gambar dari molekul surfaktan terdapat pada Gambar 1.
Larutan dari bahan yang permukaan aktifnya tinggi, menunjukkan sifat-sifat fisik yang tidak umum. Di dalam larutan encer, zat pemantap (surfaktan) bersifat sebagai zat terlarut normal. Untuk larutan dengan larutan tinggi / pekat, maka akan terjadi perubahan mendadak pada beberapa sifat fisik seperti: tekanan osmose, turbiditas, daya hantar listrik, dan tegangan muka.
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu:

  •      Larutan dalam minyak, misalnya senyawa Polar beranta pajan, fluorkarbon dan silikon
  •     Larut dalam air, misalnya amnion, kation, nonion dan amfoter. Biasa digunakan zat pembasah, pembusa, pengemulsi zat anti busa, detergen, flotasi, pencegah korosi
Berdasarkan gugus hidrofiliknya, m olekul surfaktan dibedakan kedalam 4 kelompok, yaitu

  •     Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus sulfat atau sulfonat.
  •       Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surfaceactive), seperti quarternery ammonium salt (QUAT).
  •        Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil.
  •        Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif

Rabu, 26 Juni 2013

Indikator dan Perubahan Warnanya

Beberapa contoh indicator dan perubahan warnanya adalah sebagai berikut: (sumber: wikipedia.org).

Trayek pH Indikator Asam Basa dan Transisi Perubahan Warnanya

 

 

Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.

Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.

Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.

Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) -> AgCl(s)  + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.

Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.

 

Artikel yang berkaitan...